Kamis, 13 Januari 2011

Bebagi Pengalaman Di Pasar Lokal

Oleh; Sunardi
Kurang mendapat perhatian pemerintah, intimidasi, berbagai pungutan liar dan menjamurnya bisnis ritel modern. Menarik perhatian kami untuk mendalami apa sebenarnya yang terjadi di pasar lokal Makassar, khususnya di Pasar Terong. Bersamaan dengan itu, Active Society Institute (AcSI), baru saja menggagas struktur baru dalam menjalankan kerja-kerja kelembagaan. Divisi Mediasi, sebagai media untuk mempertemukan dua kepentingan berbeda dalam konflik ditengah masyarakat yang terpinggirkan oleh sistem. Karena Menejer Program, Zainal Siko, tiga belas tahun terakhir bergelut di beberapa pasar lokal Kota Makassar. Maka kehidupan pasar lokal menjadi pilihan awal divisi ini.
Untuk hal tersebut, maka mau tidak mau, penelitian harus dilakukan. Tidak kurang dari enam bulan, waktu yang digunakan untuk membekali setiap anggota dengan berbagai metodologi penelitian. Dan akhirnya kegiatan yang dikoordinir oleh Menejer Mediasi, memilih etnografi serta oral history dalam mengkaji Pasar Terong Makassar. Dan untuk mendapatkan data yang lebih mendalam selain pengamatan, serta informasi yang didapat saat berbincang dengan beberapa pedagang. Setiap anggota juga diwajibkan mengikuti kegiatan informannya masing-masing selama satu minggu untuk menggali informasi apa saja yang berkaitan dengan Pasar Terong Makassar.
Kali ini, saya mendapatkan tugas mengikuti Abdul Kadir, atau lebih akrab di panggil dengan Daeng Lala. Daeng Lala dikenal sebagai pedagang buah tomat dan lombok di Pasar Terong, dan juga sebagai Ketua dari Persaudaraan Pedagang Sektor Informal Pasar Terong (SADAR). Organisasi yang dibentuk sejak tahun 2003, di maksudkan untuk menyatukan pedagang dalam menghadapi permasalahan di Pasar Terong selama ini, khususnya masalah penggusuran dan pungutan liar. Dan, Zaenal Siko merupakan pendamping organisasi tersebut, orang yang juga menjadi koordinator dari kegiatan etnografi ini.
Cuaca di Makassar tampak tidak bersahabat, dengan sepeda motor, dari arah Jalan Perintis Kemerdekaan, saya melewati beberapa jalan poros Kota Makassar yang sudah mulai basah di beberapa bagian. Informan yang harus saya datangi tinggal di Jalan Korban 40.000 jiwa, tepatnya belum saya ketahui secara pasti. Tapi saya sudah dibekali dengan nomor telepon informan serta alamat. Sebenarnya saya sudah pernah berkunjung sebelumnya kerumah Daeng Lala, tapi saat itu ia masih tinggal di Jalan Rappokalling. Dan menurut informasi dari koordinator lapangan, akhir bulan Desember 2008, ia sudah meninggalkan rumah kontrakannya tersebut. Dan sudah menempati rumah pribadinya yang baru saja diperbaiki.
Dua kali mengitari Jalan Pongtiku, menjelang malam, akhirnya rumah informan bisa saya temukan. Kembali saya memperkenalkan diri dan sekedar menyampaikan ulang kedatanganku kali ini. Karena sebelumnya koordinator lapangan juga sudah menjelaskan semuanya, apalagi keberadaan kami di Pasar Terong juga sudah berlangsung cukup lama. Sikapnya yang terbuka menjadi keuntungan tersendiri bagiku untuk menyesuaikan diri. Dengan mengendarai sepeda motor, setiap harinya Daeng Lala beraktivitas di Pasar dengan menyalurkan buah tomat dan lombok kebeberapa pedagang pengecer di Pasar Terong dan Pasar Kalimbu Makassar. Sementara untuk pasokan barangnya sendiri, ia mengambilnya dari pedagang yang berasal dari Kabupaten Enrekang Dan Malino (Kabupaten Gowa). Selain disalurkan ke beberapa pedagang pengecer di dua pasar lokal tersebut, sesekali pengiriman juga di lakukan dengan tujuan beberapa daerah di Sulawesi Selatan serta Kalimantan, tepatnya di Kota Balikpapan.
Dan malam itu, bertepatan dengan pesanan yang harus segera dikirim ke Kota Balikpapan. Untuk pengerjaannya sendiri membutuhkan waktu yang cukup lama, karena buah tomat yang akan dikirim harus dikemas ke dalam peti dan sebelumnya didahului dengan proses pemisahan dari buah tomat yang mengalami kerusakan. Selain dua orang yang selalu membantunya bekerja, saya juga berkesempatan untuk terlibat dalam pengerjaannya. Meski harus menunggu beberapa saat, karena untuk menghindari kesalahan saya mempelajari terlebih dahulu bagaimana proses tersebut dilakukan dengan mengamatinya dari dekat.
Malam hari, tidak membuat aktivitas di Pasar Terong berhenti. Di sepanjang Jalan Kubis, masih menyisakan pemandangan orang-orang yang sedang menunggu pasokan barang dari daerah. Meskipun penggunaan bahasa daerah Makassar, membuat saya kesulitan untuk mengikuti perbincangan mereka, tapi itu tidak membuatku merasa seperti orang asing di tengah-tengah mereka. Ketika semuanya terbahak-bahak, meski aku tidak mengetahui secara pasti apa yang sedang ditertawakannya, aku juga ikut tertawa. Suasana kekeluargaan, terasa sangat kental malam itu, status diantara mereka tidak menjadi batas dalam berkomunikasi.
Hari pertama, etnografi memang cukup melelahkan, tapi juga menyenangkan. Sekitar jam 01.00 wita, pengepakan tomat baru selesai. Daeng Lala memutuskan untuk pulang kerumah, padahal biasanya ia akan tinggal untuk mengobrol. Sambil menunggu pasokan barang yang kedua untuk di salurkan kepada pedagang pengecer. Tapi kehadiran saya ternyata membuatnya untuk memutuskan beristirahat sejenak. Dan baru pada pukul 03.30 wita, informan kembali lagi kepasar untuk menjemput pasokan barang. Dan kali ini, penyalurannya hanya kepada para pedagang pengecer di Pasar Terong dan Kalimbu. Sekitar pukul 05.30 wita, setelah semua dipastikan selesai, Daeng Lala kembali lagi kerumahnya, karena sekitar pukul 08.00 pagi, ia harus kembali lagi kepasar untuk mengambil pembayaran dari pedagang pengecer yang sudah mengambil barang darinya.
Rutinitas inilah yang saya lakukan bersama informan kurang lebih satu minggu. Berangkat dari rumah sekitar pukul 03.00 pagi dan kembali sekitar pukul 05.30, kemudian pada pukul 08.00 atau 09.00 wita, kembali lagi kepasar untuk mengambil uang pembayaran dari pedagang. Dan saat informan tidak sedang beraktivitas di pasar, maka waktu itu saya gunakan untuk menanyakan berbagai hal tentang Pasar Terong. Bagaimana perilaku petugas pengamanan yang sering meminta barang dagangan pedagang, pelayanan dari perwakilan pemerintah yang tidak singkron dengan keinginan pedagang, penggunaan jasa “preman” untuk mengintimidasi pedagang dan berbagai hal lainnya, adalah hal yang di ceritakan padaku.

0 komentar: