Kamis, 13 Januari 2011

“Pesta Jalanan” di malam minggu

Oleh; Sunardi
Mencoba mengambil jalur pengendara mobil, motornya terpaksa menabrak sisi pembatas jalan, yang kemudian menghantam lagi bagian belakang mobil berplat hitam yang berwarna gelap. Jika dilihat lajunya, bukan mustahil, motor tersebut melaju dengan kecepatan diatas 90km/jam. Apalagi, kendaraan yang digunakan memang dirancang lebih unggul dari motor sekelasnya, motor bebek dengan kapasitas 150cc. Penunggangnya tersungkur dan tertindis motor yang sudah lepas kendali. Ia berusaha keluar dari jalan raya, namun kecepatan pengendara motor dari belakang, jauh lebih cepat menghantam badannya sebelum sempat sampai di pembatas jalan perintis kemerdekaan.
Dari perawakannya, umurnya masih relatif muda, bisa jadi masih duduk dibangku sekolah, kalaupun sudah di perguruan tinggi, pastilah masih mahasiswa semester-semester awal. Malam itu, badannya hanya dilapisi kaos oblong dan jaket khas anak muda saat ini serta sandal jepit sebagai alas kaki. Dikepalanya terpasang helem pengaman yang tidak tergolong standard oleh pihak kepolisian. Saat itu, ia sudah orang ketiga yang saya saksikan jatuh dari kendaraan pacuannya, yang ternyata masih disusul oleh pengendara lainnya seiring makin ramainya kendaraan yang berdatangan entah dari mana.
Sabtu malam, meski sudah menunjukkan pukul 11.30 wita, saya tidak lekas pulang kerumah seperti biasanya. Jalur yang saya akan lewati sedikit membuatku ngeri dengan aksi kejar-kejaran kendaraan bermotor. Kendaraan pacu mereka tidak segan-segan menyalip setiap kendaraan yang ada didepannya. Yang mungkin saja hanya untuk sebuah gengsi, bisa bercerita ke keteman-temannya saat keesokan harinya, bahwa ia berhasil memacu kendaraannya lebih cepat dari siapapun di atas jalan raya malam itu, atau hanya ingin memperlihatkan kebolehannya memacu kendaraan pada orang-orang yang setia menyaksikan. Termasuk diriku yang juga turut menjadi penonton malam itu.
Perasaan bosan berdiam dalam ruangan membuatku tergoda menyaksikan aksi kejar-kejaran kendaraan roda dua bersama kerumunan, yang sudah lebih dulu mengambil tempat disepanjang pinggir jalan raya, antara kampus STMIK Dipanegara sampai Pintu I Universitas Hasanuddin. Kendaraan malam itu didominasi kendaraan roda dua yang berjejer dipinggir jalan, sekaligus menjadi tempat nyaman bagi mereka yang sedang asyik menyaksikan, bisa jadi salah satu teman mereka yang sementara mengikuti balapan. Sesekali mereka saling mengobrol ketika melintas kendaraan yang begitu gesit daripada kendaraan lainnya. Namun yang sedikit aneh, terkadang mereka juga menyoraki peserta balapan yang terjatuh.
Iyaa, adalagi jatuh…suaranya terdengar samar olehku ditengah kebisingan dengan aksen Makassar yang kental. Mereka pun beramai-ramai mendatangi tempat jatuhnya peserta. Sebagian membantu meminggirkan kendaraan yang sudah tergeletak ditengah jalan dan juga memapah sang joki kepinggir. Begitu arena sudah normal kembali dari kerumunan, balapan pun kembali berlanjut. Mereka yang tidak mengalami luka parah, akan dibiarkan begitu saja setelah diamankan kepinggir sampai teman (baca; kelompok) mereka datang. Sementara yang mengalami luka serius, layanan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Wahidin, yang letaknya tidak jauh dari lokasi sudah pasti menjadi jawabannya. Seperti sang joki yang ditabrak oleh peserta lainnya setelah sebelumnya menabrak pembatas jalan dan menghantam bagian belakang mobil yang melintasi arena balapan malam itu.
Aksi kejar-kejaran kendaraan bermotor malam itu, atau lebih akrab ditelinga dengan istilah Balapan Liar, bukanlah hal yang baru. Setiap jam sepuluhan keatas di akhir pekan, sudah bisa dipastikan tempat tersebut akan menjadi tujuan bagi penggiat dan penonton setia balapan liar. Namanya balapan liar, maka tentu saja tidak ada aturan yang jelas tentang siapa yang akan melawan siapa. Namun yang pasti, setiap peserta balapan biasanya akan mencari kelas tunggangannya untuk saling mengadu kecepatan dan nyali. Begitulah seterusnya sampai mereka membubarkan diri setelah perlahan kendaraan juga semakin berkurang, pada umumnya sekitar jam tiga dinihari.
Meski sudah menjadi sebuah rutinitas malam mingguan, namun pihak keamanan terkesan cuek. Malam itu, saya baru melihat mobil patroli setelah balapan liar sudah berlangsung sekitar empat jam. Padahal salah satu kantor polisi terdekat, hanya membutuhkan waktu kurang dari lima belas menit untuk kelokasi balapan liar. Sebagai penghibur hati, saya menganggap keterlambatan mereka sebagai salah satu bentuk kekesalan, yang juga tidak melihat adanya sikap jerah peserta balapan liar lainnya. Walhasil, meski meresahkan bagi pengguna jalan lainnya, namun balapan liar terkesan direstui. Nanti dia rasakan sendiri akibatnya kalau jatuh, kalimat ini menurut saya bisa jadi menggambarkan sikap petugas keamanan.
Disatu sisi, aksi ini memang sudah menjadi tontonan menarik. Banyak orang yang rela berdatangan hanya untuk menyaksikan sepeda motor mana yang melaju paling kencang, atau bahkan serunya melihat ketika sang joki terpelanting. Namun kegiatan tersebut, sungguh disayangkan, mengingat yang juga berpotensi menjadi korban adalah pengendara lainnya. Dan juga bisa jadi orang tua “si pembalap” yang tidak mengetahui keikutsertaan anaknya dimalam itu. Tiba-tiba saja saya membayangkan reaksi orang tua sang joki yang terjatuh saat menerima kabar, anaknya dirawat di rumah sakit karena kecelakaan dalam aksi pesta jalanan.
Dalam “pesta jalanan” seperti ini, saya mulai berpikir siapa yang paling mendapatkan keuntungan. Pikiran liar saya mengarah pada para pelaku bisnis onderdil kendaraan bermotor, yang bisa mendukung untuk menambah laju kendaraan. Karena secara kasat mata, pada umumnya sepeda motor yang digunakan sudah tidak sesuai lagi dengan standar pabrikan. Alat pembuangan sisa pembakaran bahan bakar (knalpot) adalah yang paling jelas bisa terlihat. Apalagi untuk mendapatkan kecepatan maksimal, dari sepeda motor jenis apapun, beberapa onderdil yang asli dari pabrikan harus diganti. Tentu saja sang pemilik kendaraan juga harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkannya. Akan tetapi kalau hal itu sudah menjadi kesenangan, merogoh kocek biasanya tidak lagi menjadi masalah. Jadi semakin banyak yang menggemari kegiatan ini, semakin banyak pula onderdil yang bisa mendukung laju kendaraan yang akan dilepas kepasaran. Belum lagi, hal lain yang bisa terjadi dalam kegiatan ekstrim ini, adalah memancing timbulnya perjudian antara peserta. Karena kalau kita merujuk pada “teori” lama, sesuatu yang belum bisa dipastikan hasilnya, akan menjadi tempat yang menarik untuk mengadu rejeki (uang).
Dalam kegitan resmi, balapan merupakan pendukung industri kendaraan yang menjanjikan. Di atas arena, para produsen saling bertaruh untuk mengeluarkan produk sebagai bukti keunggulan kualitas produknya. Dan ketika sang joki mampu meraih posisi puncak, hal itu akan menjadi bahan iklan yang sangat menarik. Misalnya Valentino Rossi, juara moto GP 2009 ini tentu memiliki andil yang cukup besar dalam kenaikan penjualan produk dari pabrikan motor pacuannya. Bahkan ia juga bisa menjadi idola dari peserta balapan liar malam itu, dan aksinya bisa jadi juga akan ditiru secara mentah-mentah.

0 komentar: